HAKIKAT IPA (SEBAGAI PROSES, SEBAGAI PRODUK, SEBAGAI SIKAP ILMIAH)

 

MAKALAH

“HAKIKAT IPA (SEBAGAI PROSES, SEBAGAI PRODUK, SEBAGAI SIKAP ILMIAH)”

 

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan IPA SD

 

 

 

 

Dosen Pengampu:

Dra. Nelly Astimar, M.Pd

Atika Ulya Akmal, M.Pd

 

 

Disusun Oleh:

Kelompok 1

23 BB 05

Revalina Afosma            (23129239)

Mutiara Salsabila          (23129347)

Raudatul Qalby              (23129235)

Aura Izzatul Jannah     (23129013)

Annisa Rahma              (23129281)

Nurul Maun Hasibuan (23129360)

 

 

 

DEPARTEMEN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2025


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Atas karunia-Nya pula penulis telah membuahkan hasil penulisan makalah yang berjudul “Hakikat IPA (Sebagai proses, sebagai produk, sebagai sikap ilmiah)” ini sebagai bahan pembelajaran mata kuliah Pendidikan IPA SD dengan dosen pengampu Ibuk Dra. Nelly Astimar, M.Pd., dan Atika Ulya Akmal, M.Pd. Makalah ini disusun dengan harapan dapat diterima dan di pahami secara bersama.

          Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu adanya masukan, pendapat, maupun kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan. Semoga hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan mendapat ridho Allah SWT Amin.

          Harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

 

 

Padang, 9 Februari 2025

 

 

 

                                                                                                          Penulis



 

 


 


PETA KONSEP

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam memahami berbagai fenomena alam yang terjadi di sekitar kita. IPA tidak hanya sekadar kumpulan fakta dan teori, tetapi juga merupakan suatu pendekatan ilmiah yang membantu manusia dalam mengeksplorasi, menganalisis, dan menginterpretasikan dunia secara sistematis. Oleh karena itu, memahami hakikat IPA menjadi hal yang sangat mendasar dalam proses pembelajaran dan pengembangannya.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada dasarnya adalah cabang ilmu yang mengkaji berbagai fenomena alam melalui serangkaian proses ilmiah yang didasarkan pada sikap ilmiah. Hasil dari kajian ini diwujudkan dalam bentuk produk ilmiah yang mencakup konsep, prinsip, dan teori yang bersifat universal (Trianto, 2010: 141 dalam (Ii et al., 2010)). Secara esensial, IPA terdiri atas tiga aspek utama, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. Sebagai produk, IPA merupakan himpunan pengetahuan yang terdiri atas berbagai konsep serta keterkaitannya. Dalam aspek proses, IPA berfungsi sebagai metode untuk mengkaji objek penelitian, menemukan, serta mengembangkan berbagai temuan ilmiah. Sementara itu, IPA juga sebagai sikap ilmiah dalam setiap langkah penelitian dan penerapannya. Sikap ilmiah mencakup keterbukaan terhadap bukti, rasa ingin tahu, berpikir kritis, serta objektivitas dalam menganalisis data. Dengan adanya sikap ilmiah, seseorang dapat lebih rasional dalam mengambil keputusan serta lebih bijak dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

IPA sebagai proses mengandung pengertian cara berpikir dan bertindak untuk menghadapi atau merespons masalah-masalah yang ada di lingkungan. Jadi, IPA sebagai proses menyangkut proses atau cara kerja untuk memperoleh hasil (produk) inilah yang kemudian dikenal sebagai proses ilmiah. Melalui proses- proses ilmiah akan didapatkan temuan-temuan ilmiah. Secara sederhana Nyoman (1985-1986: 8) mendefinisikan inkuiri ilmiah sebagai usaha mencari pengetahuan dan kebenaran. Sejumlah proses IPA yang dikembangkan para ilmuwan dalam mencari pengetahuan dan kebenaran ilmiah itulah yang kemudian disebut sebagai keterampilan proses IPA.

Iskandar (1997:5) mengartikan keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan. Ditinjau dari tingkat kerumitan dalam penggunaannya, keterampilan psroses IPA dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu keterampilan proses dasar (basic skills) dan keterampilan proses terintegrasi (integrated skills) (Moejiono dan Dimyati, 1992:16). Keterampilan-keterampilan proses dasar menjadi dasar untuk keterampilan-keterampilan proses terintegrasi yang lebih kompleks. Contoh: seseorang untuk dapat menabulasikan data (jenis keterampilan proses terintegrasi) maka lebih orang tersebut harus memiliki keterampilan mengukur (jenis keterampilan proses dasar).

Berdasarkan latar belakang tersebut, pembahasan mengenai hakikat IPA sebagai proses, produk, dan sikap ilmiah menjadi penting untuk dipahami lebih lanjut. Melalui makalah ini, akan dikaji lebih dalam mengenai peran ketiga aspek tersebut dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta dampaknya terhadap kehidupan manusia.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan hakikat IPA?

2.      Bagaimana hakikat IPA sebagai proses?

3.      Bagaimana hakikat IPA sebagai produk?

4.      Bagaimana hakikat IPA sebagai sikap ilmiah?

 

C.    Tujuan

1.   Untuk mengetahui hakikat IPA

2.   Untuk memahami hakikat IPA sebagai proses

3.   Untuk mengetahui hakikat IPA sebagai produk

4.   Untuk memahami hakikat IPA sebagai sikap ilmiah.


 


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Hakikat IPA

Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains. Kata sains ini berasal dari bahasa latin yaitu scienta yang berarti “saya tahu”. Dalam bahasa inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti “pengetahuan”. Science kemudian berkembang menjadi natural science yang dalam bahasa indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam (IPA). IPA adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang alam sekitar beserta isinya. Jadi dari sisi istilah IPA adalah suatu pengetahuan yang bersifat objektif.

1.      IPA menurut Carin & Sound (1989) adalah suatu system untuk memahami alam semesta melalui observasi dan eksperimen yang terkontrol.

2.      James B. Conant, mendeskripsikan IPA sebagai rangkaian konsep dan pola konseptual yang saling berkaitan di hasilkan dari eksperimen dan observasi. Hasil-hasil eksperimen dan observasi yang diperoleh sebelumnya menjadi bekal bagi eksperimen dan observasi selanjutnya, sehingga mungkin ilmu pengetahuan tersebut terus berkembang.

3.      The Harper Encyclopedia of science mendefinisikan IPA sebagai suatu pengetahuan dan pendapat yang tersusun dan didukung secara sistematis oleh bukti-bukti yang dapat diamati.

4.      Abruscato (1996) dalam bukunya yang berjudul “Teaching Children Science” mendefinisikan tentang IPA sebagai pengetahuan yang di peroleh lewat serangkaian proses yang sistematik guna mengungkap segala sesuatu yang berkaitan dengan alam semesta.

Hakikat pembelajaran IPA mencakup pemahaman yang lebih luas, yang mengaitkan sains sebagai pengetahuan, proses, dan produk, serta penerapannya dalam kehidupan. Sains merupakan bidang ilmu yang mempelajari berbagai fenomena alam secara empiris. Selain sebagai kumpulan pengetahuan, sains juga berfungsi sebagai aplikasi yang memungkinkan pemahaman, pengelolaan, pemanfaatan, dan prediksi terhadap fenomena alam, serta berkontribusi dalam pengembangan disiplin ilmu lainnya. Selain itu, sains berperan dalam membentuk sikap dan nilai tertentu, seperti religiusitas, skeptisisme, objektivitas, keteraturan, keterbukaan, nilai praktis dan ekonomis, serta etika dan estetika (Sitiatava Rizema P., 2013:51 dalam (Ii et al., 2010)).

Patta Bundu (2006:10) menjelaskan bahwa IPA memiliki tiga karakteristik utama. Pertama, prinsip dan teori ilmiah dapat diuji kebenarannya oleh siapa saja, meskipun terlihat logis dan dapat dijelaskan secara hipotesis. Teori hanya dianggap valid jika sesuai dengan fakta. Kedua, IPA menghubungkan berbagai fakta hasil observasi untuk membangun prediksi sebelum mencapai kesimpulan, dengan teori yang harus didukung oleh data yang telah teruji. Ketiga, teori IPA bersifat dinamis dan dapat berubah seiring perkembangan bukti dan dukungan teori baru.

IPA memiliki dua aspek utama, yaitu sebagai metode dan produk. Sebagai metode, IPA menggunakan pendekatan ilmiah yang mencakup keterampilan proses seperti observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengumpulan dan analisis data, serta evaluasi sebelum menarik kesimpulan. Hasil dari proses ini menghasilkan produk IPA berupa fakta, konsep, prinsip, dan generalisasi yang sifatnya tentatif dan terus berkembang (Sitiatava Rizema P., 2013:51-52).

Secara keseluruhan, IPA adalah kumpulan konsep dan pengetahuan yang mempelajari fenomena alam melalui metode ilmiah berbasis eksperimen dan observasi. Hasilnya berupa fakta dan teori yang dapat terus dikembangkan atau diperbarui sesuai dengan temuan baru (Ii et al., 2010).

Muatan IPA meskipun dilaksanakan secara terintegrasi dengan muatan lain sebaiknya tetap menekankan pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran yang mengandung muatan IPA diarahkan dilaksanakan secara inquiri sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Hal ini berimplikasi terhadap pembelajaran di sekolah, khususnya di sekolah dasar, pembelajaran IPA harus memuat karakteristik IPA yang terdiri dari tiga aspek yaitu hakikat IPA produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Namun masih terdapat pendidik yang memfokuskan pembelajaran IPA pada segi kontennya saja. Padahal kurikulum sains bertujuan untuk mengembangkan pemahaman konseptual dan pemahaman prosedural.

 

B.     Hakikat IPA Sebagai Proses

Hakikat IPA sebagai proses merupakan proses untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam karena IPA adalah tidak hanya berupa kumpulan fakta-fakta dan konsep-konsep tetapi membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasi oleh ilmuwan. Proses dalam IPA disebut dengan keterampilan proses sains (science process skils) (Sayekti, 2019).

Secara sederhana Nyoman (1985-1986: 8) mendefinisikan inkuiri ilmiah sebagai usaha mencari pengetahuan dan kebenaran. Sejumlah proses IPA yang dikembangkan para ilmuwan dalam mencari pengetahuan dan kebenaran ilmiah itulah yang kemudian disebut sebagai keterampilan proses IPA.

Iskandar (1997:5) mengartikan keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan. Ditinjau dari tingkat kerumitan dalam penggunaannya, keterampilan psroses IPA dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu keterampilan proses dasar (basic skills) dan keterampilan proses terintegrasi (integrated skills) (Moejiono dan Dimyati, 1992:16). Keterampilan-keterampilan proses dasar menjadi dasar untuk keterampilan-keterampilan proses terintegrasi yang lebih kompleks. Contoh: seseorang untuk dapat menabulasikan data (jenis keterampilan proses terintegrasi) maka lebih orang tersebut harus memiliki keterampilan mengukur (jenis keterampilan proses dasar).

IPA sebagai proses adalah strategi atau cara yang dilakukan para ahli saintis dalam menemukan berbagai hal tersebut sebagai implikasi adanya temuan-temuan tentang kejadian atau peristiwa alam. Jadi dalam prosesnya kita bisa berfikir dalam memecahkan suatu masalah yang ada di lingkungan.

1.      Jenis-jenis Keterampilan Proses (KP) dan Pengertiannya

a.      Mengamati

Mengamati adalah kegiatan yang melibatkan satu atau lebih alat indera. Pada tahap pengamatan orang hanya mengatakan kejadian yang mereka lihat, dengar, raba, rasa, dan cium.

b.      Menggolongkan/Mengklasifikasi

Menggolongkan adalah memilah berbagai obyek dan/atau peristiwa berdasarkan persamaan sifat khususnya, sehingga diperoleh kelompok sejenis dari obyek atau peristiwa yang dimaksud. Dua hal penting yang perlu dicermati dalam mengembangkan keterampilan meng- klasifikasi adalah (1) kegiatan menghimpun hasil pengamatan dan menyajikan dalam bentuk tabel hasil pengamatan, dan (2) kegiatan memilah hasil pengamatan sesuai sifat khusus yang dimiliki oleh obyek dan/atau peristiwa serta menyajikannya dalam tabel klasifikasi atau penggolongan atau pengelompokan.

c.       Mengukur

Mengukur adalah kegiatan membandingkan benda yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk kegiatan mengukur diper- lukan bantuan alat-alat ukur yang sesuai dengan benda yang diukur.

d.      Mengkomunikasikan

Mengkomunikasikan adalah kegiatan menyampaikan perolehan fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk audio, visual, dan/atau audio visual. Cara- cara komunikasi yang sering digunakan dalam ilmu pengetahuan selain dengan bahasa tulis maupun lisan adalah melalui sajian bentuk grafik, tabel, gambar, bagan, simbol/lambang, persamaan matematika.

e.       Menginterpretasi Data

Menginterpretasi adalah memberi makna pada data yang diperoleh dari pengamatan karena data tidak berarti apa- apa sebelum diartikan. Menginterpretasi berarti memberi arti/makna, misal: mengartikan tabel data, mengartikan grafik data. Menginterpretasi juga diartikan menduga dengan pasti sesuatu yang tersembunyi dibalik fakta yang teramati.

f.        Memprediksi

Memprediksi ialah menduga sesuatu yang akan terjadi berdasarkan pola- pola peristiwa atau fakta yang sudah terjadi. Prediksi biasanya dibuat dengan cara mengenal kesamaan dari hasil berdasarkan pada pengetahuan yang sudah ada, mengenal bagaimana kebiasaan terjadinya suatu peristiwa berdasarkan pola kecenderungan.

g.      Menggunakan Alat

Menggunakan alat adalah kegiatan merangkai dan menggunakan alat- alat untuk kegiatan pengujian atau kegiatan percobaan/eksperimen.

h.      Melakukan Percobaan

Melakukan percobaan adalah keterampilan untuk menga- dakan pengujian terhadap ide-ide yang bersumber dari fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan sehingga dapat diperoleh informasi yang menerima atau menolak ide-ide itu.

i.        Menyimpulkan

Menyimpulkan adalah keterampilan memutuskan keadaan suatu objek berdasarkan fakta, konsep, prinsip yang diketahui.

 

2.      Jenis-jenis Keterampilan Proses IPA Terintegrasi dan Pengertiannya

a.      Merumuskan

Masalah Merumuskan masalah merupakan salah satu tahapan dari suatu kegiatan penyelidikan ilmiah, setelah masalah yang akan diteliti ditetapkan. Suatu masalah perlu dirumuskan agar jelas variabel-variabelnya dan jenis data yang perlu dikumpulkan. Masalah tersebut harus dapat dirumuskan sedemikian rupa sehingga hanya dapat dijawab dengan pengamatan dan percobaan di dunia ini. Rumusan tersebut yang kemudian disebut sebagai rumusan ma- salah (Arif, 1982: 28).

b.      Mengidentifikasi Variabel

Mengidentifikasi variabel merupakan suatu kegiatan menentukan jenis variabel dalam suatu penelitian. Ari- kunto, (1993: 91) mengartikan variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.

c.       Mendeskripsikan Hubungan Antar Variabel

Mendeskripsikan hubungan antar variabel perlu dilakukan karena deskripsi tersebut dapat memperjelas tentang bagaimana penelitian dilaksanakan, dan data apa yang harus dikumpulkan.

d.      Mengendalikan Variabel

Mengendalikan variabel merupakan kegiatan menentukan atau mengatur variasi/macam-macam suatu variabel bebas penelitian.

e.       Mendefinisikan Variabel Secara Operasional

Definisi secara operasional variabel adalah memberikan penjelasan secara operasional terhadap variabel penyelidikan agar jelas bagaimana kedudukan dan penggunaan variabel dalam penyelidikan.

f.        Memperoleh dan Menyajikan Data

Data yang diperoleh dari percobaan/penyelidikan dicatat, kemudian disusun secara sistematis. Selanjutnya data tersebut disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan atau/ gambar disesuaikan dengan jenis datanya.

g.      Menganalisis Data

Data percobaan yang telah dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk sajian data yang sesuai dengan jenisnya, selanjutnya perlu dianalisis dulu sebelum ditarik kesim- pulannya. Kegiatan menganalisis data diartikan sebagai menginterpretasi data, selanjutnya hasil interpretasi data dibandingkan dan diintegrasikan dengan teori yang relevan dengan masalah penyelidikan, dan/atau diban- dingkan dan diintegrasikan dengan temuan penelitian lain yang relevan.

h.      Merumuskan Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara dari peneliti terhadap permasalahan penelitian yang telah dirumuskan. Hipotesis dirumuskan berdasarkan hasil kajian teori yang relevan.

i.        Merancang Penelitian

Merancang penelitian merupakan keterampilan proses yang terdri dari urutan berbagai keterampilan proses. Keterampilan proses merancang penelitian dapat dikem- bangkan di SD/MI diawali di kelas tinggi (IV, V, dan VI). Secara berurutan kegiatan merancang penelitian minimal terdiri atas proses-proses IPA: (1) membuat pertanyaan- pertanyaan (merumuskan masalah) dari sebuah topik pembelajaran yang sesuai untuk didekati melalui pe- nyelidikan, (2) merumuskan hipotesis, (3) memilih alat dan bahan dan merancang cara kerja percobaaan untuk menguji hipotesis yang difasilitasi oleh guru, (4) memperkirakan hasil yang diharapkan dari masalah yang akan dipecahkan, dan (5) membuat format pencatat data untuk mengumpulkan data.

j.        Melakukan Penyelidikan/Percobaan

Keterampilan proses melakukan percobaan yang dapat dikembangkan di SD/MI dalam mata pelajaran IPA adalah percobaan-percobaan sederhana yang dilakukan di SD/MI adalah untuk membangun konsep-konsep, dan/atau prinsip-prinsip dasar IPA, bukan membangun teori baru, atau menerapkan teori

 

C.    Hakikat IPA Sebagai Produk

Hakikat IPA sebagai produk yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah dilakukan ilmuwan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai hasil kegiatan empirik dan kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk adalah fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA (Sayekti, 2019).

Produk IPA adalah sekumpulan hasil kegiatan empirik dan kegiatan analitik yang dilakukan oleh para ilmuwan selama berabad-abad. Pudyo (1991: 2) menyebutkan bentuk-bentuk produk IPA meliputi istilah, fakta, konsep, prinsip, dan prosedur.

Produk IPA yang disebut istilah adalah sebutan, simbol atau nama dari benda- benda dan gejala-gejala alam, orang, tempat. Contoh: malaria (sebutan), lamda (simbol untuk panjang gelombang), matahari (nama benda), angin puting beliung (gejala alam), Newton (nama orang), Galapagos (nama tempat).

Iskandar (1997: 3) menyatakan bahwa fakta adalah pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang benar-benar ada, atau peristiwa-peristiwa yang benar- benar terjadi dan sudah dikonfirmasi secara objektif. Sementara itu Susanto (1991: 3) mengartikan fakta sebagai ungkapan tentang sifat-sifat suatu benda, tempat, atau waktu adanya atau terjadinya suatu benda atau kejadian. Sifat yang dimaksud dapat berupa wujud, bentuk, bangun, ukuran, warna, bau, rasa dan yang lainnya. Contoh;

1.      Fakta mengenai sifat: air jeruk rasanya asam.

2.      Fakta mengenai waktu: Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

3.      Fakta mengenai tempat: Ujung Kulon (tempat suaka badak bercula satu)

4.      Fakta mengenai orang: Mukibat (adalah orang Indonesia penemu teknik menyambung singkong).

 

 

Konsep dapat diartikan dari beberapa tinjauan. Susanto (1990/1991: 3) mengartikan konsep dari berbagai sudut pandang, (1) konsep dapat merupakan istilah yang sudah diberi makna khusus, (2) konsep dapat merupakan penjelasan tentang ciri- ciri khusus dari sekelompok benda, gejala, atau kejadian, atau penjelasan tentang ciri- ciri utama untuk mengklasifikasikan atau mengkategorikan sekelompok benda atau kejadian. Sedangkan Iskandar (1997: 3) mengartikan ”konsep IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA”. Jadi konsep merupakan hubungan antara fakta-fakta yang memang berhubungan. Contoh:

1.      Konsep merupakan istilah yang diberi makna khusus: gerhana adalah istilah, tetapi jika gerhana tersebut diberi makna khusus menjadi sebuah konsep tentang gerhana. Makna khusus yang dimaksud adalah Gerhana adalah peristiwa alam terhalangnya cahaya sampai ke bumi.

2.      Konsep yang merupakan penjelasan ciri-ciri khusus dari sekelompok benda: Konsep tentang zat cair (kelompok benda-benda seperti air, minyak, alkohol, bensin, spiritus) adalah zat yang mempunyai ciri-ciri bentuk selalu berubah sesuai bentuk wadah/tempat yang ditempatinya, volume dan beratnya selalu tetap, dapat mengalir dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang lebih rendah, tidak dapat dimampatkan.

3.      Konsep yang merupakan hubungan antara fakta-fakta, yaitu konsep bunyi. Fakta-fakta yang berhubungan misalnya (i) gong dipukul bergetar menghasilkan bunyi, (ii) dawai gitar dipetik bergetar menghasilkan bunyi, (iii) kaleng dipukul bergetar menghasilkan bunyi, terompet ditiup membrannya bergetar menghasilkan bunyi dan fakta yang lainnya. Fakta- fakta tersebut berhubungan dalam hal benda yang bergetar-menghasilkan bunyi. Dari fakta-fakta yang berhubungan ini dibuatlah konsep”bunyi” sebagai ”bunyi adalah sesuatu yang dihasilkan dari getaran suatu benda”.

 

                 Prinsip diartikan sebagai generalisasi tentang hubungan antara konsep- konsep (Iskandar, 1997: 3). Contoh prinsip dalam IPA: Semua benda dipanaskan mengalami kenaikan suhu. Prinsip tersebut menghubungkan konsep-konsep benda, pemanasan, suhu. Prinsip ini dibangun melalui berpikir analitik, sebab merupakan generalisasi induktif yang ditarik dari beberapa fakta. bersifat tentatif karena prinsip sewaktu- waktu dapat berubah jika observasi baru dilakukan menghasilkan hal baru. Para ilmuwan mengatakan bahwa prinsip merupakan deskripsi yang paling tepat tentang obyek atau kejadian/fenomena. Dalam IPA prinsip dapat berupa hipotesis, teori atau hukum. Contoh: hukum Mendel, hukum Newton.

                 Produk dalam IPA dapat berupa prosedur. Prosedur diartikan sebagai “langkah-langkah dari suatu rangkaian kejadian, suatu proses, atau suatu kerja” (Susanto,1991: 4). Contoh prosedur:

1.      Prosedur kerja generator pembangkit Listrik

2.      Prosedur fotositesis

3.      Proses terjadinya angin

4.      Proses fermentasi alcohol

 

D.    Hakikat IPA Sebagai Sikap Ilmiah

            Hakikat IPA sebagai sikap, atau yang dikenal sebagai sikap ilmiah, mencakup berbagai sikap yang mendukung proses pembelajaran IPA, seperti rasa ingin tahu, kejujuran, objektivitas, berpikir kritis, keterbukaan, kedisiplinan, ketelitian, dan lain-lain (Sayekti, 2012 dalam (Sayekti, 2019)).

            Sikap ilmiah adalah sikap tertentu yang diambil dan dikembangkan oleh ilmuwan untuk mencapai hasil yang diharapkan (Iskandar, 1996/1997: 11). Sikap ilmiah ini perlu dikembangkan dalam pembelajaran sains agar dapat tertanam dalam kehidupan siswa dan berkontribusi dalam pembentukan karakter mereka. Sikap- sikap ilmiah meliputi:

a.       Obyektif terhadap fakta. Obyektif artinya menyatakan segala sesuatu tidak dicampuri oleh perasaan senang atau tidak senang. Contoh: Seorang peneliti menemukan bukti pengukuran volume benda 0,0034 m3, maka ia harus mengatakan juga 0,0034m3, padahal seharusnya 0,005m3.

b.      Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang mendukung kesimpulan itu. Contoh: Ketika seorang ilmuwan menemukan hasil pengamatan suatu burung mempuyai paruh yang panjang dan lancip, maka dia tidak segera mengatakan semua burung paruhnya panjang dan lancip, sebelum data-datanya cukup kuat mendukung kesimpulan tersebut.

c.       Berhati terbuka artinya bersedia menerima pandangan atau gagasan orang lain, walaupun gagasan tersebut bertentangan dengan penemuannya sendiri. Sementara itu, jika gagasan orang lain memiliki cukup data yang mendukung gagasan tersebut maka ilmuwan tersebut tidak ragu menolak temuannya sendiri.

d.      Tidak mencampur-adukkan fakta dengan pendapat. Contoh: tinggi batang kacang tanah di pot A pada umur lima (5) hari 2 cm, yang di pot B umur lima hari tingginya 6,5 cm. Orang lain mengatakan tanaman kacang tanah pada pot A terlambat pertumbuhannya, pernyataan orang ini merupakan pendapat bukan fakta.

e.       Bersikap hati-hati. Sikap hati-hati ini ditunjukkan oleh ilmuwan dalam bentuk cara kerja yang didasarkan pada sikap penuh pertimbangan, tidak ceroboh, selalu bekerja sesuai prosedur yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya sikap tidak cepat mengambil kesimpulan. Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan penuh kehati-hatian berdasarkan fakta-fakta pendukung yang benar- benar akurat.

f.        Sikap ingin menyelidiki atau keingintahuan (couriosity) yang tinggi. Bagi seorang ilmuwan hal yang dianggap biasa oleh orang pada umumnya, hal itu merupakan hal penting dan layak untuk diselidiki. Contoh: Orang menganggap hal yang biasa ketika melihat benda-benda jatuh, tetapi tidak biasa bagi seorang Issac Newton pada waktu itu. Beliau berpikir keras mengapa buah apel jatuh ketika dia sedang duduk istirahat di bawah pohon tersebut. Pemikiran ini ditindak lanjuti dengan menyelidiki selama bertahun- tahun sehingga akhirnya ditemukannya hukum Gravitasi.

 

 

 

 

 

 


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kedudukan IPA pada dimensi proses ditunjukkan oleh sejumlah keterampilan proses IPA dasar dan terintegrasi. Keterampilan proses IPA diartikan sebagai keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan. Dalam proses IPA terkandung cara kerja dan cara berpikir untuk kemajuan IPA itu sendiri. Proses-proses IPA yang termasuk ke dalam keterampilan proses IPA dasar adalah mengamati, mengukur, mengklasifikasi, menginterpretasi, memprediksi, mengkomunikasikan hasil, menggunakan alat, menarik kesimpulan.

Kedudukan IPA pada dimensi produk mengkaji produk-produk IPA yang diperoleh dari kegiatan serangkaian proses-proses IPA. Produk-produk IPA meliputi istilah, fakta, konsep, prinsip, dan prosedur (urutan proses dari suatu kejadian/fenomena alam).

Kedudukan IPA pada dimensi sikap: dipahami sebagai sikap-sikap yang diperlukan oleh para ilmuwan dalam melakukan proses-proses ilmiah. Sikap-sikap ilmiah meliputi : obyektif terhadap fakta, tidak cepat mengambil kesimpulan jika data yang mendukung belum kuat/lengkap, berhati terbuka, berhati-hati, tidak mencampur adukkan fakta dengan pendapat, ingin menyelidiki.

B.     Saran

Somoga dengan adanya makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca serta dapat memahami dan mengerti tentang Hakikat IPA (sebagai proses, produk dan sikap ilmiah). Serta membawa manfaat yang besar bagi kita sebagai contoh pendidik, yang mana nantinya mengajarkan kepada peserta didik tentang Hakikat IPA. Mudah- mudahan makalah ini dapat digunakan sebagaimana semestinya. Aamiin.


DAFTAR PUSTAKA

A, Arthur. Carin & Robert B. Sund. (1989). Teaching Science Through Discovery. New York: Macmillan Publishing Company

Abruscato, Joseph. (1996). Teaching Children Science-A Discovery Approach 4th Edition. USA: A Simon & Schuster Company

Arikunto,S, (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Candra, Seyekti Ika, Fajar Rini Eka, Hardiyansyah Fawziah. (2019). ANALISI HAKIKAT PADA BUKU SISWA KELAS IV SUB TEMA 3 KURIKULUM 2013. Jurnal Profesi Pendidikan Dasar. Vol 6, No 2.

KURIKULUM 2013. Jurnal Profesi Pendidikan Dasar. Vol 6, No 2.

Hasbullah & Selvi, Nurhayati. (2018). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Di Sekolah Dasar. Makassar: Penertbit aksara Timur.

Ii, B. A. B., Pustaka, A. K., & Ipa, H. P. (2010). Science is a way of asking and answering questions about the physical universe ”. 9–46.

Iskandar, M. Srini. (1997). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: DIKTI. Mudjiono, dan Dimyati. (1992). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: DEPDIKBUD

Mufidzah, N., & Mufidzah, N. (2024). Analisis Karakteristik Hakikat Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Ibtida’iy : Jurnal Prodi PGMI, 9(1), 85. https://doi.org/10.31764/ibtidaiy.v9i1.24348

Rizki, A. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat (STM) Untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pencemaran Air di Kelas IV SDN Sukalerang I Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. 12–22. http://repository.upi.edu/19707/

Sayekti, I. C. (2019). Analisis Hakikat Ipa Pada Buku Siswa Kelas Iv Sub Tema I Tema 3 Kurikulum 2013. Profesi Pendidikan Dasar, 1(2), 129–144. https://doi.org/10.23917/ppd.v1i2.9256

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 5 SD "PENERAPAN NORMA DALAM KEHIDUPANKU"

GEJALA DAN PENCEGAHAN VIRUS CORONA

CARA PENCEGAHAN VIRUS CORONA